Monday, June 8, 2009

KARANG LAUT


KARANG DAN KEHIDUPAN BAWAH LAUT

Layaknya sebuah batu loncatan antara Great Barrier Reef di Australia dan South Asian Reef di Philipina, Kepulauan Maluku boleh bangga atas keanekaragaman terumbu karangnya. Keunikan bentuk dari soft corals, plate corals, brain corals, mushroom corals, red and black corals, staghorn corals, fan corals dan sejenisnya, terumbu karang di Maluku diperkaya dengan keanekaragaman dari sponges, crinoid "feather stars", feather duster worms, dan giant clams.

Nikmatilah keindahan terumbu karang Maluku, tetapi jangan menyentuhnya, sebab banyak jenis karang yang bukan saja sangat peka tetapi juga mengandung bisa yang dapat menyengat!

Rahasia Negeri Bawah Laut Sulawesi

Kita memang tak pernah tahu isi bumi yang dipijak ini. Dan seperti itulah yang terjadi di Sulawesi.

Sulawesi, sebuah pulau yang terletak di antara Pulau Kalimantan dan Kepulauan Maluku. Pulau ini berdiri di atas lahan seluas 227,654 km2. Sungguh tak dinyana, Sulawesi ternyata menyimpan begitu banyak rahasia. Terutama rahasia keindahan alam bawah lautnya.

Laut Sulawesi terletak di barat Samudra Pasifik. Bagian Utara dibatasi oleh Kepulauan Sulu, Laut Sulu, dan Pulau Mindanao, Filipina, di timur oleh rantai Kepulauan Sangihe, di selatan oleh Sulawesi, dan di barat oleh perairan Kalimantan Timur, Indonesia. Laut Sulawesi adalah bagian dari segitiga terumbu karang dunia (Coral Triangle) yang berbatasan dengan Indonesia, Filipina, dan Malaysia, sebuah wilayah yang memiliki keanekaragaman hayati terumbu karang tertinggi di dunia. Sebuah sumber menyatakan bahwa Laut Sulawesi terbentuk 42 juta tahun lalu, kedalamannya mencapai 6200 m. Di laut ini pulalah sejumlah spesies ikan dan sekitar 580 dari 793 spesies koral pembangun karang dunia serta susunan kehidupan bawah laut yang mengesankan tinggal.

Tidak mengherankan begitu banyak ilmuwan dunia mendatangi kawasan ini, guna mengungkap rahasia yang terdapat di dalamnya. Pada akhir tahun 2007, sekelompok ilmuwan yang melakukan ekspedisi di Laut Sulawesi berhasil menemukan sejumlah spesies unik negeri bawah laut Sulawesi dan diperkirakan juga merupakan temuan baru bagi dunia sains. Spesies yang dianggap tidak biasa antara lain timun laut yang mampu berenang dengan membengkokkan badannya mirip seperti UFO, ubur-ubur berwarna hitam, dan cacing yang memiliki tentakel di kepalanya.

Tidak hanya itu sebelumnya pada Mei 2007 lalu, ditemukan pula seekor ikan yang memiliki ciri khas ikan purba yakni bermata besar dengan ekor seperti kipas serta sisik yang seperti batu. Masyarakat Sulawesi lebih tepatnya Manado, tempat ditemukannya ikan itu, menyebutnya ikan raja laut. Padahal nama ilmiah ikan tersebut adalah Coelacanth (baca: seel-a-kan) atau Latimeria menadoensis. Ikan Coelacanth pertama kali ditemukan pada 23 Desember 1938 di Samudera Hindia sekitar 70 tahun yang lalu. Ikan ini termasuk unik karena ia tidak bertelur seperti ikan lainnya, melainkan beranak. Warna ikan ini yang berada di Samudera Hindia adalah biru. Sedangkan yang berada di Indonesia berwarna coklat. Coelacanth di Indonesia mempunyai corak putih yang sama dengan yang berada di Samudera Hindia, namun bintik-bintik emasnya lebih banyak dan mencolok di seluruh permukaan tubuh dan siripnya.

Penemuan Coelacanth di Indonesia dan Samudera Hindia berimplikasi pada dunia konservasi dan biogeografi. Diduga ikan ini tidak hanya hidup di dua lokasi tersebut. Perbandingan DNA dari jaringan Coelacanth Indonesia dan Samudera Hindia mengungkapkan perbedaan yang besar antara dua populasi ini. Sehingga ekspedisi lebih lanjut di Indonesia dan pulau-pulau yang terbentang di Samudera Hindia kemungkinan dapat menghasilkan penemuan populasi Coelacanth lainnya. Hal ini akan menjadi penting bagi dunia konservasi Coelacanth karena populasinya yang sedikit dan terbatas.

Ilmuwan di Indonesia terus melanjutkan penelitian terhadap Coelacanth dimana satu populasinya yaitu Latimeria menadoensis ditemukan di Manado, Indonesia.

Sudah terbukti betapa kayanya negeri bawah laut Sulawesi. Kita pun masih tetap menunggu temuan-temuan baru yang ada di perairan Nusantara ini. Jadi jangan sampai si raja laut dan biota laut lainnya kehilangan negeri mereka. Dukungan masyarakat terhadap konservasi sangat menentukan masa depan kelautan dan kehidupan laut di Indonesia.

Menariknya Kehidupan Di Bawah Laut


View Image Details]" href="http://www.astaga.com/sites/default/files/images/ganggang.png">ganggang.png

Astaga!HidupGaya - Kehidupan di bawah laut semakin hari semakin menarik untuk ditelusuri. Sekelompok ahli baru-baru ini menyimpulkan penelitian terhadap ganggang air tawar dan hasilnya sungguh menarik.

Ganggang air tawar senang membentuk kelompok. Ajaibnya, jika dianalisa mereka bergerak membentuk tarian indah ketika saling mengitari sesama komunitasnya. Hal ini dikemukakan oleh tim peneliti dari Cambridge University.

Seperti yang dilansir oleh Times of India, ilmuwan telah mempelajari organisme multiseluler pada ganggang yang bernama Volvox. Organisme ini berisi sekira 1.000 sel yang tersusun pada permukaan matrik berbentuk bola berdiameter setengah milimeter.

Setiap sel pada permukaan memiliki dua helai rambut yang dikenal sebagai flagella. Rambut inilah yang menghantam koloni dalam air secara serempak sehingga membuat ganggang dapat berputar mengitari poros tertentu dan terlihat seperti gerak tari yang indah.

Peneliti mengelompokkan ganggang berdasarkan bentuk gerak tari yang dihasikannya. Kelompok ganggang pertama dinamakan "waltz", dimana dua orbit koloni ganggang saling mengitari satu sama lain bagaikan planet mengelilingi matahari.

Kelompok lainnya disebut dengan "minuet", kelompok ganggang ini berayun-ayun seperti karet elsatis.

Para ilmuwan kemudian mengembangkan analisa matematika untuk merepresentasikan pola tarian ini. Observasi ini merupakan visualisasi pertama yang memperlihatkan gerakan ganggang secara langsung dan diperkirakan akan menarik perhatian banyak orang.

Dunia Bawah Laut, Kenapa Kita Menyelam?

Oleh: Mohammad Farish**

Tuhan, Manusia dan Alam

Manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling tinggi derajatnya karena dibekali oleh-Nya dengan akal budi. Dengan budayanya manusia menyebar ke seluruh penjuru dunia, mulai dengan peralatan batu sederhana untuk memotong daging buruannya hingga teknologi informasi tercanggih abad 20 yang konon kecepatannya bertambah dua kali lipat tiap delapan belas bulannya. Salah satu senjata yang diberikan Tuhan kepada manusia adalah rasa ingin tahu dan tak pernah puas pada satu hal saja.

Selain rasa ingin tahu akan apa yang ada di puncak gunung, di tengah hutan belantara, di perut bumi, di tengah-tengah padang pasir, manusia juga tergelitik rasa ingin tahunya akan apa yang terkandung di dalam samudera luas tanpa batas. Semuanya tak lain adalah untuk lebih menghayati kebesaran Tuhan dan mensyukuri nikmat yang telah diberikan-Nya.

Untuk Apa Sih Kita Menyelam?

Berbicara mengenai alam dan kehidupan bawah laut, sebenarnya bagi banyak orang masih merupakan sesuatu yang penuh misteri. Petualangan pada umumnya adalah hobby yang “sunyi”. Mendaki gunung, memanjat tebing, menelusuri gua, menembus pedalaman belantara, semuanya itu aktifitas yang sepi, jauh dari hiruk pikuk peradaban manusia.

Saat bertualang jangan harap kita bisa menemukan mall atau bisa dugem . Wong , ketemu Puskesmas atau warung aja kita sudah senang banget! Nah, menyelam itu “lebih sunyi” daripada mendaki gunung, di mana saat mendaki gunung kita masih dapat berbicara dengan partner pendakian kita.

Saat menyelam, yang kita temui hanyalah gerakan kehidupan lain di bawah air. Gerakan pasir dan tumbuhan laut yang terombang-ambing arus bawah air, gerombolan ikan yang lalu-lalang di sekitar kita dan bermacam-macam bentuk makhluk laut lain dengan warna alam sekitarnya yang semakin dalam semakin kebiruan. Semuanya membisu dan bak di negeri dongeng. Tanda adanya peradaban manusia, hanyalah suara tarikan udara dari second stage regulator kita dan hembusannya disertai gelembung-gelembung udara ke permukaan. Lha , terus untuk apa dong kita menyelam?

Mungkin banyak dari kita yang belum sadar, bahwa bumi kita ini terdiri dari lebih kurang 71% lautan dan 29% daratan. Bila nenek moyang kita di zaman baheula telah mengetahui fakta ini, mungkin planet tempat kita hidup ini tidak dinamakannya “bumi atau earth ” yang berarti tanah, melainkan dinamakannya “samudera atau ocean ”.

Sesungguhnya lautan kita memang luar biasa. Seluruh lautan berisi lebih kurang 1.375 juta kilometer kubik air sedangkan banyaknya tanah di atas permukaan laut hanya 1/18 dari jumlah itu! (Bayangkan saja semua daratan di bumi – termasuk dataran rendah, dataran tinggi, bukit, gunung dikeruk dan dijadikan satu. Volumenya masih kalah jauh dibandingkan dengan air samudera seluruh dunia dikumpulkan satu!)

Kedalaman Palung Mariana di Pasifik Barat mencapai 11.035 meter di bawah permukaan laut sehingga bila Gunung Everest (8.848 m dpl) dimasukkan ke dalamnya maka puncak gunung tersebut masih berada lebih dari 2.000 meter di bawah permukaan laut! Di dasar Samudera Pasifik terdapat barisan pegunungan yang membentang sepanjang 75.600 kilometer, lebih dari 30 kali panjang barisan pegunungan Bukit Barisan di Sumatera Utara dan dinamakan Pematang Tengah Samudera .

Palung-palung yang terdapat di dasar laut-pun ada yang berukuran luar biasa seperti Palung Tonga Kermandec di Pasifik Barat yang panjangnya mencapai 2.575 kilometer dan kedalamannya mencapai 10.630 meter. Palung ini cukup memuat enam buah Grand Canyon di Arizona. Lebih menakjubkan lagi adalah hampir di semua kedalaman laut itu terdapat bentuk kehidupan! Seperti di dasar Palung Mariana, kapal selam Bathyschape Trieste pada penelitian tahun 1960 menemukan kehidupan berupa ikan berbentuk gepeng dan udang kecil, padahal di tempat tersebut tekanan air lautnya 1000 kali lipat tekanan udara di tempat kamu baca artikel ini!! (Sumber: Amir Sjarifuddin, 1990).

Dari segudang fakta di atas, masa’ sih tidak tergerak diniat kita secuil pun untuk mencoba, mendatangi, melihat, mengeksplorasi sebagian kecil saja isi perut samudera, sebelum kita mati? Mumpung kita masih muda, masih sehat, dan satu hal lagi: Tuhan menganugerahkan kita tanah air yang “kuaayaa ” (bukan kaya, tapi kuaayaa..! ) dengan semua potensi bawah lautnya. Jangan kita terus-terusan disalip orang bule mancanegara soal kekayaaan bawah laut milik kita sendiri. Siapa lagi yang akan menjaga harta kekayaan kita dari incaran maling-maling kalau bukan kita sendiri? Tul nggak Bro ?

Manusia menyelam karena bermacam-macam motivasi. Ada yang untuk mencari nafkah (seperti penyelam mutiara, pencarian harta karun, pembuatan film, dll), kepentingan militer (underwater demolition , reconnaisance , intelligence , combat frogman, dll), Search and Rescue , penelitian ilmiah (marine biology , geology , underwater archaeology , dll), penyelaman komersial (pengelasan dan perawatan bagian dasar kapal, pengeboran minyak dasar laut, dll), serta penyelaman rekreasional. Sebagian besar bahan diskusi kita ke depan akan mengacu pada kegiatan penyelaman SCUBA, yang diperuntukkan bagi aktifitas rekreasional.

MENGINTIP KEHIDUPAN BAWAH LAUT Wa-Ka-To-Bi

Warna-warni karang tumbuh menjulang di dasar laut seperti tajuk-tajuk pohon hutan yang rimbun. Berbagai jenis ikan warna-warni melayang-layang di atas hamparan terumbu karang, indah sekali. Namun kalau lagi apes bisa-bisa tersengat karang api, kena racun sirip ikan lepu, diserang barakuda atau hiu ganas. Berikut ini pengalaman wartawan Intisari, A. Hery Suyono, selama dua minggu menyelam bersama para relawan yang melakukan survai kelautan pada Operasi Wallacea.

“Ini penyelaman paling sulit,” kata Rory McAvely, pimpinan Operasi Wallacea periode Oktober – November 1996, sehabis menyelam di perairan utara P. Hoga. Pada kedalaman antara 10 m dan 15 m, arus kuat mengempas dari arah depan. Delapan penyelam yang ikut berpartisipasi dalam survai kelautan dibuat tidak berdaya. Belum sempat berbalik arah, muncul arus dari atas mendorong paksa ke dasar laut. Mak peng, gendang telinga serasa ditampar karena tekanan di dalam air berubah mendadak. Saat datang lagi arus kuat dari arah samping kanan dan kiri, kami yang menyelam berpasang-pasangan kocar-kacir. Target menyelam sedalam 25 m di bawah permukaan laut gagal.

“Jangan berkecil hati, dengan pengalaman ini kamu akan mampu menyelam lebih baik di tempat lain. Arus sangat kuat membuat kita sulit mengendalikan arah,” ujar Rory membesarkan hati saya. Arus di perairan Kepulauan Wakatobi (Pulau Wangi-wangi, P. Kaledupa, P. Tomia, P. Binongko), Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, memang cukup ganas. Gugusan 13 pulau dan 7 atol itu dulu lebih dikenal sebagai Kepulauan Tukangbesi, di sisi barat Laut Banda.


Terpilihnya kawasan Wakatobi sebagai lokasi survai kelautan karena terumbu karangnya beragam jenis dan masih asli. Selain bisa menjadi lokasi penyelaman kelas dunia, sebagian besar kehidupan bawah laut di kawasan ini bersifat endemis. Ikan paus, hiu, lumba-lumba, ikan pari, berbagai jenis ikan dan hewan lain serta tumbuhan hidup berdampingan dengan beraneka jenis karang.

“Sekitar 35% dari jumlah spesies ikan di dunia berada di kawasan Wallacea, meliputi perairan sekitar Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara sampai Timor Timur. Berbagai jenis ikan berbiak di sana, sebelum menyebar ke mana-mana,” kata Michael Ferris, dari Dinas Perikanan Australia Barat berkedudukan di Perth, yang ambil bagian dalam Operasi Wallacea.

Operasi Wallacea diambil dari nama Alfred Russel Wallace, ilmuwan Inggris yang pertama kali mengumumkan bahwa hewan yang hidup di Sulawesi, Halmahera, dan Sunda Kecil amat berbeda dengan binatang yang hidup di Kalimantan, Bali, dan Irian, meski secara geografis berdekatan. Operasi ini merupakan proyek kerja sama antara Yayasan Pengembangan Wallacea (Jakarta), Departemen Kehutanan (Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Puslitbang Biologi dan Oseanologi) dan Ecosurveys Ltd. (Inggris).

Proyek nirlaba ini diprakarasai Hongkong Bank melalui program Care-for-Nature sebagai upaya perlindungan dan pelestarian alam. Sesungguhnya merupakan survai ekologi, meliputi survai burung di P. Buton dan survai terumbu karang di perairan Wakatobi, yang berlangsung selama tiga tahun (1995 – 1997). Ahli burung dan ahli biologi kelautan, dibantu tenaga sukarela dari seluruh dunia mengumpulkan data berbagai macam hewan dan tumbuhan yang teracam kepunahan. Survai kelautan mengumpulkan data mengenai status dan persebaran terumbu karang dan ikan di perairan Kepulauan Wakatobi. Data yang terkumpul akan digunakan oleh pemerintah Indonesia untuk prasarana pembentukan cagar alam hewan liar dan terumbu karang di Sulawesi Tenggara.

Kursus kilat menyelam
Sejak Juni 1995 sampai awal November 1996, sekitar 150 penyelam relawan dari 19 negara berpartisipasi dalam Operasi Wallacea. Kebanyakan dari Eropa, lalu Selandia Baru, Australia, AS, Kanada, dan Asia (Malaysia, Singapura). Dari Indonesia sedikit yang berminat menjadi penyelam relawan. Sejauh ini baru tercatat tiga orang.

Hoga, pulau kecil dan indah dengan separuh lebih pantainya berpasir putih, menjadi base camp Operasi Wallacea. Letaknya jauh dari ibu kota Sulawesi Tenggara, Kendari, + 15 jam ditempuh Motor Vessel (MV) Empress, kapal motor pendukung Operasi Wallacea berkecepatan 9 knot. Selama survai para ilmuwan bidang kelautan dan penyelam tinggal di sebuah bangunan panggung berkapasitas 20-an orang.

Ruang terbuka di lantai atas rumah panggung yang dilengkapi tiga buah kursi kayu panjang dan meja panjang dipakai untuk tempat “kursus kilat”. Belasan penyelam asing dengan serius mendengarkan pengarahan dan penjelasan dari para ilmuwan bidang kelautan dari Inggris, Jerman, dan Australia, dibantu ahli kelautan dari LIPI. Briefing dan training diberikan selama empat hari, meliputi pengenalan atau indentifikasi jenis biota laut (karang, spesies ikan, tumbuhan dasar laut, dsb.), juga tentang metode survai. Adakalanya disertai dengan presentasi visual lewat gambar slide. Juga diajari menaksir ukuran ikan di dalam air. Maklum mereka umumnya bukan berlatar belakang ilmu kelautan.

Meski sudah mahir menyelam, para relawan juga memperoleh latihan menyelam untuk disetarakan dengan standar PADI (Profesional Association Diving Instructors) di bawah bimbingan instruktur selam yang rata-rata berpredikat master dengan ribuan jam selam.


Dengan bekal kursus kilat itu, para penyelam dianggap siap mencebur ke laut untuk melakukan pendataan di dasar laut, meski masih didampingi satu dua ahli kelautan. Mereka dibagi menjadi dua kelompok, yang secara bergantian menyelam di perairan sekitar P. Hoga dan di perairan terpecil tapi masih di kawasan Kepulauan Wakatobi.

Kegiatan penyelaman untuk survai dilakukan dua kali sehari, pukul 10.00 dan 14.00 Wita. Adakalanya juga menyelam pada malam hari di sekitar P. Hoga. Pada giliran menyelam di perairan sekitar pulau paling ujung selatan (+ 8 jam naik KM Empress dari Hoga), misal P. Cawo Cawo dan P. Moromaho, mereka mesti tinggal di atas KM Empress selama tiga hari tiga malam. Untuk mendukung survai terumbu karang yang letaknya terpencil, kapal motor berukuran 75 kaki ini dilengkapi alat penentu posisi yang mengandalkan satelit (GSP – Global Positioning System).

Tiap kali terjun ke dasar laut, selain mengenakan perlengkapan selam standar mereka dibekali peralatan untuk survai, seperti pita, “papan tulis” plastik berukuran 20 x 30 cm untuk mencatat data.

Penyelaman untuk pengumpulan data biota laut dilakukan pada kedalaman 5 m, 12 m, dan 18 m. Setiap kali survai dibutuhkan waktu sekitar 50 menit. Masing-masing pasangan penyelam langsung terjun pada kedalaman 18 m dan mulai melakukan pendataan selama 10 menit. Kemudian mereka bergerak ke kedalaman 12 m untuk mendata selama 2 x 10 menit, masing-masing mencakup bidang pengamatan sekitar 2 m ke atas dan 2 m ke bawah. Dua kali 10 menit terakhir, mereka melakukan pendataan pada kedalaman 5 m, sebelum kemudian muncul ke permukaan laut. Selain terumbu karang, jenis dan ukuran ikan, serta biota laut lain, mereka juga mengukur suhu dan salinitas air laut.

Masuk belantara laut
Menyelam ke dasar laut seolah-olah memasuki hutan belantara bawah laut. Berbagai jenis karang keras maupun lunak yang hidup berkoloni ataupun soliter membentuk seperti tajuk pepohonan. Dasar laut yang rata, landai, dan yang berupa cekungan membentuk ngarai-ngarai dengan dinding terjal bergua-gua.

Karang keras sebenarnya terbentuk oleh binatang-binatang kecil dan berumah sekeras batu karena tersusun dari lapisan kapur (kalsium karbonat). Berbeda dengan karang lunak yang lembek dengan nematosit untuk melumpuhkan mangsa. Dari bentuknya, ada karang bercabang-cabang, karang padat, karang kerak, karang meja, karang daun yang berlembar-lembar, dan karang jamur, dengan bermacam-macam ikan berseliweran di atasnya.

Di bawah sana ada kehidupan siang dan malam. Karang “siang” nampak indah pada siang hari. Umpamanya, Goneophora sp., jenis karang keras dengan tentakel (tangan) yang pada siang hari menjulur dan aktif menangkap plankton-plankton untuk dimangsa. Saat malam tiba, tentakel-tentakel itu disembunyikan di balik mangkuknya. Sementara ada karang yang bila disorot lampu di malam hari kelihatan biru menyala. Karang lunak Nepthya sp. lebih aktif pada malam hari. Millepora sp., jenis karang yang seakan-akan menyala pada bagian ujungnya.


Anemon yang memiliki zat beracun berkawan mesra dengan ikan anemon (Amphiprion sp.). Ikan-ikan kuning oranye dengan strip putih vertikal suka berenang di antara tentakel anemon. Di dasar laut berpasir nampak binatang merayap berbentuk bintang merah dan biru. Bintang laut biru (Linckia laevigata) juga bisa ditemui di perairan dangkal dan kelihatan jelas bila air surut. Hampir tidak dikenali, sejenis ikan mirip ikan sapu-sapu besar (Orectolobidae) ngumpet di bawah karang. Cacing laut dan macam-macam udang warna-warni merayap pelan di celah-celah dasar karang.

Sementara itu ikan kupu-kupu yang warna-warni indah menari-nari di sela-sela karang. Ikan jenis ini kebanyakan hidup di terumbu karang, dan beberapa mampu beradaptasi di perairan yang hangat dan dalam. Paling banyak terkonsentrasi di terumbu karang di perairan Indonesia. Misalnya, Chaetodon burgessi yang bergaris-garis hitam, C. ocellicandus dengan totol di bagian ekornya, dan C. melannotus dengan bagian punggung hitam.

Tingginya kadar garam dan bertambahnya kedalaman menjadikan air nampak keruh dan gelap. Di cekungan dasar laut yang lebih dalam, serombongan ikan besar kecil yang melintas di depan mata cuma kelihatan samar-samar. Kecuali jenis ikan emperor (Lethrinus microdon) karena bersisik putih mengkilap keperak-perakan.

Alga tak terhitung jenisnya; yang warna hijau, merah, merah kecoklatan. Jenis bunga karang (Porifera) juga warna-warni. Antara lain, Stylotella aurantium seperti rumah tawon, Acanthella klethra persis rumah rayap yang berwarna kuning.

Di balik keindahan sosok makhluk laut tidak sedikit yang beracun, adakalanya mengakibatkan luka fisik, bahkan mematikan. Karang api, contohnya, bisa melepuhkan kulit kalau tersentuh. Ikan aneh-aneh pun bisa jadi beracun. Ikan lepu yang menyaru di bawah karang keras, umpamanya, akan mengeluarkan racun yang berbahaya bila siripnya yang berumbai-rumbai tersentuh. Ikan jenis ini banyak hidup di perairan tropis Indo-Pasifik dari Afrika Selatan sampai Pasifik Barat, termasuk juga Asia Tenggara. Mereka hidup pada kedalaman 1 – 50 m. Biasanya di gua atau dekat kepala karang. Ada yang berlurik zebra, ada juga yang berwarna gelap.

Ular laut belang putih hitam (Laticauda sp.) melayang gemulai di dalam air kemudian buru-buru masuk di lubang karang. Ular ini sensitif selagi musim kawin dan menyerang bila diganggu. Kekuatan bisanya melebihi king cobra. Hiu kepala martil tergolong jenis ikan ganas. Dari 250 – 300 jenis hiu, terdapat 10 – 15 jenis tipe menyerang. Dengan sensor getar di dekat moncong hidungnya, ikan hiu mampu mengendus bau darah dari jarak berkilo-kilo meter. Ikan barakuda yang menyukai benda-benda mengkilap tanpa basa-basi akan langsung menyergap, berbeda dengan ikan hiu yang mengitari calon mangsanya sebelum menyerang. Beruntung kami tidak sempat ketemu ikan-ikan galak itu.

Rusak oleh bom napoleon
Perairan Wakatobi menjadi surganya berbagai jenis binatang dan tumbuhan laut. “Jenis ikan dan karangnya lebih bervariasi dibandingkan dengan tempat lain di Indonesia. Hanya saja arus di perairan Wakatobi lebih kuat dan berbahaya. Taman Laut Bunaken bagus, tapi di Hoga lebih beragam. Sponge, karang lunak, dan tumbuhan bawah laut lainnya kelihatan seperti hutan belantara,” komentar Don Hasman, fotografer senior dari Jakarta yang berpengalaman lebih dari seratus kali menyelam, antara lain di Bunaken, Kepulauan Seribu, Aceh, Banda, Great Barrier Reef di Queensland, Australia Timur, serta Laut Tengah di Turki, ketika mengikuti survai kelautan Operasi Wallacea.


Sayang sekali keindahan pemandangan di bawah laut Wakatobi diselingi kerusakan terumbu karang di sana sini akibat ledakan bom para pemburu ikan. Demi keuntungan pribadi, mereka menangkap ikan dengan menggunakan bom rakitan sendiri atau racun sianida yang bisa mengganggu kelangsungan hidup makhluk yang ada di dalamnya.

Ledakan bom di dalam air nyaris terdengar 2 – 4 kali dalam sehari. Perairan menjadi keruh. Banyak ikan mati dan terumbu karang berantakan. Mereka hanya mengenakan kacamata kedap air saat meletakkan bom pada kedalaman 8 – 15 m. “Ledakan bom bisa merusak habitat terumbu karang sampai radius 3 – 4 m. Terumbu karang hancur berpuing-puing,” jelas Sugiyanta, S.Si. yang sejak Juli 1996 oleh LIPI ditugaskan sebagai asisten ahli bidang kelautan pada Operasi Wallacea.

Dari beberapa lokasi yang telah disurvai, dijumpai terumbu karang hancur berantakan akibat ledakan bom yang terjadi sekitar 2 – 3 tahun terakhir. Berdasarkan data sementara dari survai terumbu karang sepanjang 350 km yang sudah diamati dari keseluruhan area sepanjang 600 km, kerusakan terumbu karang di kawasan area Operasi Wallacea mencapai rata-rata 16%. Untuk memulihkan kembali perlu waktu sangat lama, 20 – 30 tahun. Karena pertumbuhan karang amat lamban, 3 – 4 mm per tahun. Itu pun dengan syarat kondisi perairan mesti cukup baik, misalnya bebas pencemaran.

Kegiatan perusakan terumbu karang semacam itu masih tetap berlangsung secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Gara-garanya ikan napoleon yang bernilai komersial tinggi. Perusahaan kapal ikan lokal maupun asing menampung hasil tangkapan nelayan di Kepulauan Wakatobi kemudian mengekspornya hidup-hidup atau mati ke Taiwan, Hongkong, dan Singapura. Di sana ikan napoleon, kerapu, dan juga lobster dijual sebagai hidangan lezat restoran Cina dengan harga sangat mahal. Malahan baru-baru ini Restoran Newton Court Seafood di kawasan Cause Bay, Hongkong, membeli ikan kerapu berbobot 230 kg seharga HK$ 80.000. Ikan yang ditangkap dari perairan Indonesia itu dipotong-potong dan dimasak untuk disajikan kepada para pengunjung restoran tersebut (South China Morning Post, 1 Desember 1996).

Mereka juga memburu hiu untuk diambil siripnya. Yang juga dieksploitasi dari perairan Wakatobi adalah tripang, kima (sejenis kerang raksasa), penyu, dan kepiting kenari atau kepiting kelapa (Birgus latro), yang umumnya untuk komsumsi lokal. Tapi belakangan ikan kupu-kupu diburu juga.

“Sebelum diekspor, ikan-ikan tersebut oleh perusahaan kapal ikan di bawa ke Ujungpandang. Berjibun ikan napoleon hidup dan juga ikan komersial lain ditampung dalam tambak besar,” tutur Sugiyanta yang sempat melacak ke sana.

“Dalam dua sampai tiga bulan, satu perusahaan kapal ikan bisa mengumpulkan sekitar 4 ton ikan. Selain membeli ikan hasil tangkapan nelayan, dalam praktiknya mereka juga menangkapi ikan di sekitar perairan Wakatobi dengan menggunakan bius,” kata Antang Hasran, mantan pekerja perusahaan kapal ikan asing.

Tiga petugas PHPA, Mustafa, Made, dan Rewangi, dengan satu unit perahu patroli “Anoa” bermesin 85 PK agak kewalahan menjaga perairan Wakatobi seluas 1.390.000 ha, yang sejak 30 Juli 1996 dinyatakan sebagai Taman Nasional, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI No. 393/Kpts-VI/1996. Akibatnya, kawanan pencuri ikan bermain kucing-kucingan dengan petugas. Repotnya lagi, para pencuri konon dibeking oknum yang mestinya turut menjaga kelestarian kawasan itu.

Tergila-gila pada Kehidupan Bawah Air

jellyfish

The Unique stingless jellyfish in Kakaban Lake, Berau, East Kalimantan. click picture for more Photos


Kemarin lagi-lagi aku pergi menyelam. Padahal dua minggu yang lalu juga sudah menyelam. Tapi memang sulit untuk menyatakan tidak pada ajakan menyelam, pun walau tujuannya hanya dekat saja, entah Selat Sunda ataupun Kepulauan Seribu.

Setiap penyelam sebenarnya harusnya mempunyai sebuah dive log book, yaitu sebuah buku yang berisi daftar setiap kegiatan selam yang sudah dilakukannya, tempat dilakukan, lama menyelam, dan kedalaman yang dicapai. Buku itu juga biasanya dilengkapi dengan data-data lain seperti data-data teknis lokasi penyelaman dan kondisi kehidupan bawah air di situ.

Buku dive log bisa jadi sumber informasi yang bagus sekali. Biasanya aku menulis jurnal diving berdasarkan data-data dari buku log-ku dan tulisan itu bisa jadi sumber informasi bagi penyelam lain yang akan menyelam di tempat itu.

Tadi malam sembari melengkapi buku dive log-ku dengan data-data penyelaman kemarin, timbul ide untuk memasukkan data-data teknisnya ke dalam sebuah lembar elektronik Excel. Setelah beberapa jam memasukkan data ternyata hasilnya terlihat menarik juga.


Open water certificate, yaitu sertifikat terendah yang diterima seorang penyelam setelah belajar scuba diving, kuterima 9 Mei 2004 dari Bubbles Dive Centre. Sekarang ini, yang berarti sekitar setahun setelah resmi menjadi penyelam, sudah kulakukan 83 penyelaman. Penyelaman semenjak sertifikasi kulakukan hampir tiap bulan, kecuali pada bulan September-Oktober 2004 saat harus bekerja di offshore dan bulan Januari 2005 karena tidak ada ajakan untuk menyelam karena semua orang ketakutan dengan isu tsunami.


Sebetulnya 83 penyelaman dalam setahun adalah frekuensi yang cukup tinggi buat seorang recreational diver sepertiku. Banyak teman lain yang frekuensi menyelamnya tidak sebanyak diriku. Tapi banyak juga yang jauh lebih banyak. Apalagi teman-teman yang memang menjadikan dunia penyelaman sebagai profesi, dengan menjadi guide atau pelatih. Buat mereka dive log isinya bisa ratusan bahkan ribuan penyelaman.

Dua bulan setelah menerima sertifikat paling dasar aku ikut pelatihan tingkat berikutnya yaitu sertifikasi penyelam tingkat lanjut untuk menjadi advanced diver. Ini kulakukan karena aku ingin mengikuti kegiatan ini dengan standar keselamatan yang tinggi, artinya melakukan kegiatan penyelaman yang lebih advance, setelah menerima pelatihan yang cukup. Karena sebetulnya penyelam pemula hanya diperbolehkan menyelam sampai kedalaman maksimum 18 meter, dan belum diperkenankan melakukan penyelaman malam hari. Setelah menerima pelatihan advanced penyelam bisa menyelam sampai kedalaman kurang lebih 30m dan melakukan penyelaman malam hari.

Sebetulnya banyak penyelam yang melanggar batasan-batasan itu dan kuakui aku pun sempat melakukan pelanggaran dengan menyelam sampai 20m dan melakukan penyelaman malam sebelum menerima sertifikasi tingkat lanjut. Tapi tentu saja itu beresiko, batasan dibuat karena menyelam adalah olahraga yang beresiko cukup tinggi yang harus dilakukan dengan pengetahuan cukup untuk menghindari kecelakaan.


Pelatihku, Abi dari Bubbles, adalah orang yang punya disiplin tinggi dan cukup keras dalam menetapkan batasan-batasan. Ini cukup cocok dengan aku yang sebetulnya tidak suka beresiko yang tidak perlu dan melanggar aturan. Maka kalau mendengar penyelam-penyelam lain saling bersombong tentang kedalaman maksimum yang pernah dicapai mereka, aku cuma diam saja. Buatku kegiatan menyelam adalah kegiatan yang menyenangkan dan tidak perlu dijadikan ajang uji kekuatan dengan resiko mengalami kecelakaan.

Penyelaman sebanyak 83 kali itu menghasilkan total jam selam sebanyak hampir 74 jam, yang berarti rata-rata durasi menyelam adalah 52 menit. Memang menyelam itu tidak bisa dilakukan terlalu lama. Selain ada batasan jumlah udara di dalam tangki, juga tubuh kita memang secara biologis dikondisikan untuk hidup di darat dengan tekanan udara yang rendah. Ketika dibawa ke dalam alam bertekanan tinggi seperti di bawah laut, ada banyak penyesuaian harus dilakukan oleh tubuh.

Dari 83 penyelaman itu ternyata 52% kulakukan di sekitar Jawa saja, yaitu di daerah Kepulauan Seribu dan Selat Sunda. Ada banyak lokasi penyelaman di Kepulauan Seribu, yang paling sering kukunjungi adalak di sekitar Pulau Kotok, kemudian Pulau Pramuka dan Pulau Sepa.

Di Selat Sunda lokasi-lokasi yang sering dijadikan tempat menyelam adalah di sekitar Pulau Sanghyang 10 km di lepas pantai Anyer, kemudian daerah kompleks Krakatau dan di sekitar Ujung Kulon. Beberapa lokasi penyelaman lain yang tidak terlalu populer yang pernah kukunjungi di daerah ini adalah Pulau Tempurung yang terkenal kejam arusnya dan berada di tengah jalur pelayaran kapal feri Merak-Bakauheni, Pulau Sebesi dan Sebuku yang menyimpan sisa-sisa kapal Belanda Evertsen dari perang Selat Sunda antara Sekutu melawan Jepang di jaman Perang Dunia ke-2, serta bangkai kapal perang Amerika Houston yang tenggelam sebelum Evertsen.

Di luar Jawa lokasi-lokasi yang pernah kukunjungi dalam rangka kegiatan menyelam adalah Lombok (Nov 2004), Ambon (Feb 2005), Laut Berau di Kalimantan Timur (Mei 2005) dan Bali (Mei 2005). Rata-rata kegiatan menyelam di tempat-tempat ‘jauh’ ini membutuhkan waktu antara 5-7 hari termasuk perjalanan, bahkan bisa lebih. Sedangkan menyelam di Kepulauan Seribu atau Selat Sunda bisa dilakukan bahkan hanya dalam satu hari, tidak perlu menginap. Tetapi karena banyak faktor, antara lain karena di sekitar pulau Jawa penduduknya sangat padat dan dengan demikian polusi juga lebih tinggi tingkatnya, keindahan bawah laut di tempat-tempat ini juga sangat kurang dibandingkan dengan daerah-daerah ‘jauh’ tadi. Di Kepulauan Seribu misalnya, lautnya sangat hijau, beda sekali dengan Laut Lombok atau Laut Ambon yang biru. Di Kepulauan Seribu dan Selat Sunda jarak pandang bawah air seringkali hanya mencapai 5 meter, sedangkan di laut-laut di Indonesia timur bisa mencapai 20-30 meter, dengan jarak pandang terburuk 10-15 meter.



Dendronepthya sp

They look like plants but are actually animals. These are Dendronepthya sp soft corals. Click picture for more photos


Masih banyak lagi daerah tujuan selam indah yang ada dalam ‘wish list’ ku. Taman Laut Bunaken (Sulawesi Utara), Komodo (Flores), Raja Ampat (Papua) adalah tempat-tempat yang ada di bagian paling atas di daftar itu. Lalu di bawahnya ada Kapoposang, Selayar dan Wakatobi di Sulawesi, Ternate, Halmahera dan Laut Banda di perairan Maluku, serta pulau Weh di Aceh. Indonesia adalah negara kepulauan yang besar dan luas yang terletak di daerah tropis, jadi wajar kalau di sini memang banyak tujuan wisata menyelam.

Ada banyak yang bertanya mengapa aku bisa tergila-gila pada olahraga menyelam. Jelas kegiatan ini beresiko, lalu kulit dan rambut jadi rusak karena banyak terbakar matahari, dan jelas kegiatan ini cukup mahal. Ada teman yang heran aku senang menyelam padahal kegiatan in cuma nyaman sebentar (rata-rata penyelaman hanya sekitar 1 jam setiap kali), padahal persiapannya panjang dan kegiatan yang harus dilakukan sesudahnya (seperti mencuci dan merawat alat) cukup menghabiskan tenaga dan waktu.

Mungkin alasan paling utamanya adalah karena keindahan bawah laut bisa membuat kita tergila-gila. Ketika kita ada di bawah air, kita disuguhi berbagai warna dan bentuk yang tidak biasa dijumpai di darat. Koral yang walaupun sering tampak seperti tumbuhan tapi sebenarnya adalah sejenis binatang sederhana itu ada ratusan jenisnya. Belum lagi alga, spons, berbagai siput dan ulat laut, belut laut, ketimun laut, bintang laut, dan beratus-ratus jenis ikan. Setiap kali berada di tengah-tengah keajaiban alam seperti itu aku jadi tertunduk kagum pada kebesaran alam, dan harus mengakui betapa kecilnya manusia.

Indahnya kehidupan bawah laut sulit hanya digambarkan dengan kata-kata, maka sekarang aku mulai mencoba membagikannya dengan bentuk gambar. Semenjak Desember 2004 aku mulai belajar fotografi bawah air dan mencoba menangkap keindahannya untuk ditunjukkan pada orang-orang di sekitarku, sehingga makin banyak orang yang tertarik, atau paling tidak sadar bahwa Indonesia punya kekayaan alam yang sangat besar yang tidak mungkin bisa disamai oleh negara-negara lain, yaitu kekayaan bawah lautnya.

Gunung Bawah Laut di Selatan Mentawai Belum Membahayakan

Sebuah gunung api ditemukan berada di bawah laut di selatan Kepulauan Mentawai. Sementara ini, gunung api yang terletak di barat Pulau Sumatera itu belum membahayakan. Para peneliti masih meriset tingkat keaktifan gunung api ini.

Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Komda Sumatera Barat, Ade Edward, mengatakan, penelitian pakar geologi Indonesia, Amerika Serikat, dan Perancis itu menegaskan sejumlah isu yang selama ini mencuat mengenai keberadaan gunung api di bawah laut.

"Isu tentang gunung api di bawah laut sudah ada sejak lama. Hasil penelitian para ahli ini memberikan jawaban atas isu tersebut," ujar Ade di Padang, Sabtu (30/5).

Bahkan menurutnya, kemungkinan ada dua buah gunung laut. Keduanya masih berbentuk kerucut utuh sehingga dipastikan bahwa kedua gunung api itu belum pernah meletus. Hanya saja, hasil penelitian saat ini baru sebatas memastikan keberadaan gunung tersebut. Sementara, status gunung itu aktif atau tidak masih belum bisa dipastikan.

Gunung api yang masih aktif ditandai dengan material yang dikeluarkan dari gunung, seperti material padat, cair, atau lava. Bila tidak ada material yang dikeluarkan oleh gunung api, maka gunung itu merupakan gunung api yang mati. Pengeluaran material inilah yang masih diteliti oleh para ahli.

Hasil penelitian ini, menurut Ade, masih bersifat informasi. Karena belum bisa dipastikan keaktifan gunung api tersebut, maka para peneliti belum memberikan rekomendasi langkah tertentu ke badan penanggulangan bencana. Pemda yang wilayahnya berada di sekitar gunung api itu juga belum mendapatkan instruksi untuk mengambil langkah tertentu untuk menyikapi keberadaan gunung api di bawah laut.

Selatan Mentawai

Kedua gunung api itu berada di selatan Pulau Pagai Selatan. Pulau ini merupakan pulau paling selatan dari gugusan empat pulau besar di Mentawai.

Dari sisi ancaman, energi yang tersimpan pada gunung api ini tidak sebesar energi yang bisa membangkitkan gempa dan tsunami. Namun, sebagai bagian dari sistem tektonik lempeng, seluruh aspek yang ada di bawah laut ini perlu dipelajari.

Data tentang gunung api bawah laut ini perlu diperoleh karena gunung berada di daerah rawan tsunami, yakni di zona penghujaman lempeng Eurasia dan lempeng India-Australia. Selama ini masih berkembang prediksi ahli bahwa adanya energi besar yang tersimpan dari pertumbukan lempeng itu.

Sejauh ini, riset yang dilakukan para ahli belum final. Setidaknya, hasil riset memastikan kecurigaan sejumlah orang atas keberadaan gunung api di bawah laut.

Gunung laut di selatan Mentawai terlihat dari hasil pemindaian menggunakan kapal The Geowave Champion milik CGG Veritas.

Inilah 'Surga' di Bawah Laut Papua

Papua, BILA Anda penikmat panorama kehidupan bawah laut, coba bandingkan lokasi yang Anda ketahui dengan kawasan laut di Kabupaten Raja Ampat. Kekaguman pasti segera terlontar.

Selain panorama indah di atas permukaan laut, biota di dalam laut pun menjanjikan keindahan. Berbagai jenis ikan bermacam ukuran dan warna hilir mudik tiada henti. Beraneka ragam karang keras dan lunak menambah semarak kehidupan.

Kepulauan Raja Ampat terletak di ujung paling barat Pulau Papua. Akan tetapi, informasi keindahan alam kabupaten ini tidak ditemui dalam buku panduan wisata reguler di Indonesia. Segala cerita dan foto mengenai daerah ini justru berasal dari dunia internet.

Banyak orang asing yang berprofesi sebagai peneliti kehidupan laut, penyelam profesional, fotografer, atau turis biasa membuat situs tentang kehidupan bawah air laut Raja Ampat.

Mereka rata-rata terkesan dengan keindahan alam bawah air Raja Ampat. Dr John Veron, ahli karang berpengalaman dari Australia, misalnya. Dalam sebuah situs ia mengungkapkan, Kepulauan Raja Ampat yang terletak sekitar 50 mil sebelah barat-utara Sorong mempunyai kawasan karang terbaik di Indonesia. Sekitar 450 jenis karang sempat diidentifikasi selama dua pekan penelitian di daerah itu.

Dari 450 jenis karang itu, tujuh jenis di antaranya merupakan temuan baru bagi dunia ilmu pengetahuan karang dan belum pernah ditemukan di dunia lain. "Menemukan karang dalam satu kali kunjungan, belum pernah saya temukan selama hidup. Bahkan, belum ada penelitian karang yang dapat menemukan lebih dari 450 jenis karang," tutur Veron.

Serupa dengan Veron, Gerry Allen, ahli ikan karang dan ikan air tawar yang telah bekerja 25 tahun di seluruh dunia, mengaku belum pernah memiliki pengalaman seperti yang diperolehnya di Kepulauan Raja Ampat. Di sana ia menemukan sejumlah keindahan taman laut yang paling indah dan murni dari seluruh taman laut di Indonesia.

"Unbelievable, luar biasa. Baru kali ini saya berhasil menghitung 283 jenis ikan karang dalam satu kali penyelaman selama 80 menit. Ini adalah rekor tertinggi dalam karier penelitian saya," kata Allen yang telah menulis ratusan buku tentang ikan itu.

Tim ahli dari Conservation International, The Nature Conservancy, dan Lembaga Oseanografi Nasional (LON) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pernah melakukan penilaian cepat pada 2001 dan 2002. Hasilnya, mereka mencatat di perairan ini terdapat lebih dari 540 jenis karang keras (75% dari total jenis di dunia), lebih dari 1.000 jenis ikan karang, 700 jenis moluska, dan catatan tertinggi bagi gonodactyloid stomatopod crustaceans.

Angka-angka tersebut melebihi hasil temuan dengan metode yang sama di kawasan Milne Bay (Papua Nugini), Pulau Bunaken, dan Kepulauan Togean.

"Penemuan ini membuktikan dugaan sebelumnya bahwa Raja Ampat menjadi pusat penyebaran karang di dunia," kata Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Raja Ampat J Becky Rahawarin ketika ditemui Media.

Menurut riset yang dilakukan tim ekspedisi Media Indonesia-Metro TV bersama Departemen Perikanan dan Kelautan (DPK) Republik Indonesia, kejernihan air laut secara vertikal mencapai 30 sampai 33 meter. Sedangkan jarak pandang (visibility) secara horizontal sekitar 15 sampai 20 meter pada kedalaman 10 meter. Dan kondisi ini merupakan kondisi lingkungan yang mendukung kehidupan terumbu karang secara optimal. "Hal ini juga sangat baik bagi penyelam untuk menikmati bawah laut Raja Ampat," kata Widodo S Pranowo, peneliti DPK.

Untuk menjaga kelestarian bawah laut Kepulauan Raja Ampat, pemerintah telah menetapkan laut sekitar Waigeo Selatan, yang meliputi pulau-pulau kecil seperti Gam, Mansuar, kelompok Yeben dan kelompok Batang Pele, telah disahkan sebagai Suaka Margasatwa Laut. Menurut SK Menhut No 81/Kpts-II/1993, luas wilayah ini mencapai 60.000 hektare.

Selain itu, beberapa kawasan laut lainnya telah diusulkan untuk menjadi kawasan konservasi. Masing-masing adalah Suaka Margasatwa Laut Pulau Misool Selatan (luas 4.319 ha), laut Pulau Kofiau (7.187 ha), laut Pulau Asia (7.000 ha), laut Pulau Sayang (96.000 ha), dan Laut Pulau Ayau (168.630 ha).

Menurut Becky, usulan kawasan konservasi yang baru ini sedang diproses. "Apabila disetujui, berarti kumulatif luas kawasan konservasi di Kepulauan Raja Ampat berluas 772.608 ha atau 16,75 persen dari total luas Kepulauan Raja Ampat," ujarnya. (Aries Wijaksena/S-4)

(sumber: media indonesia)